(BAB II)
“Penjelasan Tentang Thoharoh”
(Pasal Satu)
Adapun tanda-tanda balig (mencapai usia remaja) seseorang ada tiga, yaitu:
1. Berumur seorang laki-laki atau perempuan lima belas tahun.
2. Bermimpi (junub) terhadap laki-laki dan perempuan ketika melewati sembilan tahun.
3. Keluar darah haidh sesudah berumur sembilan tahun .
(Pasal Dua)
Syarat boleh menggunakan batu untuk beristinja ada delapan, yaitu:
1. Menggunakan tiga batu.
2. Mensucikan tempat keluar najis dengan batu tersebut.
3. Najis tersebut tidak kering.
4. Najis tersebut tidak berpindah.
5. Tempat istinja tersebut tidak terkena benda yang lain sekalipun tidak najis.
6. Najis tersebut tidak berpindah tempat istinja (lubang kemaluan belakang dan kepala kemaluan depan).
7. Najis tersebut tidak terkena air.
8. Batu tersebut suci.
(Pasal Tiga)
Rukun wudhu ada enam, yaitu:
1. Niat.
2. Membasuh muka
3. Membasuh kedua tangan serta siku.
4. Menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki serta buku lali.
6. Tertib.
(Pasal Empat)
(Pasal Lima)
Air terbagi kepada dua macam;
1. Air yang sedikit.
2. Dan air yang banyak.
Adapun air yang sedikit adalah air yang kurang dari dua qullah . Dan air yang banyak itu adalah yang sampai dua qullah atau lebih.
Air yang sedikit akan menjadi najis dengan sebab tertimpa najis kedalamnya, sekalipun tidak berubah. Adapun air yang banyak maka tdak akan menjadi najis
(Pasal Enam)
Yang mewajibkan mandi ada enam perkara, yaitu:
1. Memasukkan kemaluan (kepala dzakar) ke dalam farji (kemaluan) perempuan.
2. Keluar air mani.
3. Mati.
4. Keluar darah haidh [datang bulan].
5. Keluar darah nifas [darah yang keluar setelah melahirkan].
6. Melahirkan.
(Pasal Tujuh)
Fardhu–fardhu (rukun) mandi yang diwajibkan ada dua perkara, yaitu:
1. Niat mandi wajib.
2. Menyampaikan air ke seluruh tubuh dengan sempurna.
(Pasal Delapan)
1. Islam.
2. Tamyiz (cukup umur dan ber’akal).
3. Suci dari haidh dan nifas.
4. Lepas dari segala hal dan sesuatu yang bisa menghalang sampai air ke kulit.
5. Tidak ada sesuatu disalah satu anggota wudhu` yang merubah keaslian air.
6. Mengetahui bahwa hukum wudhu` tersebut adalah wajib.
7. Tidak boleh beri`tiqad (berkeyakinan) bahwa salah satu dari fardhu–fardhu wudhu` hukumnya sunnah (tidak wajib).
8. Kesucian air wudhu` tersebut.
9. Masuk waktu sholat yang dikerjakan.
10. Muwalat (berturut-turut dalam membasuh anggota wudhu)
Dua syarat terakhir ini khusus untuk da`im al-hadats .
(Pasal Sembilan)
Yang membatalkan wudhu` ada empat, yaitu:
1. Apa bila keluar sesuatu dari salahsatu kemaluan seperti angin dan lainnya, kecuali air mani.
2. Hilang akal seperti tidur dan lain lain, kecuali tidur dalam keadaan duduk rapat bagian punggung dan pantatnya dengan tempat duduknya, sehingga yakin tidak keluar angin sewaktu tidur tersebut
3. Bersentuhan antara kulit laki–laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim baginya dan tidak ada penghalang antara dua kulit tersebut seperti kain dll.
4. ”Mahram”: (orang yang haram dinikahi seperti saudara kandung).
5. Menyentuh kemaluan orang lain atau dirinya sendiri atau menyentuh tempat pelipis dubur (kerucut sekeliling) dengan telapak tangan atau telapak jarinya.
Larangan bagi orang yang berhadats kecil ada tiga, yaitu:
1. Shalat, fardhu maupun sunnah.
2. Thowaaf (keliling ka`bah tujuh kali).
3. Menyentuh kitab suci Al-Qur`an atau mengangkatnya.
Larangan bagi orang yang berhadats besar (junub) ada lima, yaitu:
1. Sholat.
2. Thowaaf.
3. Menyentuh Al-Qur`an.
4. Membaca Al-Qur`an.
5. I`tikaf (berdiam di masjid).
Larangan bagi perempuan yang sedang haidh ada sepuluh, yaitu:
1. Sholat.
2. Thowaaf.
3. Menyentuh Al-Qur`an.
4. Membaca Al-Qur`an.
5. Puasa
6. I’tikaf di masjid.
7. Masuk ke dalam masjid sekalipun hanya untuk sekedar lewat jika ia takut akan mengotori masjid tersebut.
8. Cerai, karena itu, di larang suami menceraikan isterinya dalam keadaan haidh.
9. Jima`.
10. Bersenang – senang dengan isteri di antara pusar dan lutut.
(Pasal Sebelas)
Sebab – Sebab yang membolehkan tayammum ada tiga hal, yaitu:
1. Tidak ada air untuk berwudhu`.
2. Ada penyakit yang mengakibatkan tidak boleh memakai air.
3. Ada air hanya sekedar mencukupi kebutuhan minum manusia atau binatang yang Muhtaram .
Adapun selain Muhtaram ada enam macam, yaitu:
1. Orang yang meninggalkan sholat wajib.
2. Kafir Harbiy (yang boleh di bunuh).
3. Murtad.
4. Penzina dalam keadaan Ihshan (orang yang sudah ber’aqad nikah yang sah).
5. Anjing yang menyalak (tidak menta`ati pemiliknya atau tidak boleh dipelihara).
6. Babi.
(Pasal Dua Belas)
Syarat–Syarat mengerjakan tayammum ada sepuluh, yaitu:
1. Bertayammum dengan tanah.
2. Menggunakan tanah yang suci tidak terkena najis.
3. Tidak pernah di pakai sebelumnya (untuk tayammaum yang fardhu).
4. Murni dari campuran yang lain seperti tepung dan seumpamanya.
5. Mengqoshod atau menghendaki (berniat) bahwa sapuan dengan tanah tersebut untuk di jadikan tayammum.
6. Masuk waktu shalat fardhu tersebut, sebelum tayammum.
7. Bertayammum tiap kali sholat fardhu tiba.
8. Berhati – hati dan bersungguh – sungguh dalam mencari arah qiblat sebelum memulai tayammum.
9. Menyapu muka dan dua tangannya dengan dua kali mengusap tanah tayammum secara masing – masing (terpisah).
10. Menghilangkan segala najis di badan terlebih dahulu.
(Pasal Tiga Belas)
Rukun-rukun tayammum ada lima, yaitu:
1. Memindah debu.
2. Niat.
3. Mengusap wajah.
4. Mengusap kedua belah tangan sampai siku.
5. Tertib antara dua usapan.
(Pasal Empat Belas)
Perkara yang membatalkan tayammum ada tiga, yaitu:
1. Semua yang membatalkan wudhu’.
2. Murtad.
3. Ragu-ragu terdapatnya air, apabila dia bertayammum karena tidak ada air.
(Pasal Lima Belas)
Perkara yang menjadi suci dari yang asalnya najis ada tiga, yaitu:
1. Khamar (air yang diperah dari anggur) apabila telah menjadi cuka.
2. Kulit binatang yang disamak.
3. Semua najis yang telah berubah menjadi binatang.
(Pasal Enam Belas)
Macam macam najis ada tiga, yaitu:
1. Najis besar (Mughallazoh), yaitu Anjing, Babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (Mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (Mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang diatas.
(Pasal Tujuh Belas)
Cara menyucikan najis-najis:
Najis besar (Mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ‘ayin (benda) yang najis.
Najis ringan (Mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ‘ayin yang najis.
Najis sedang (Mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
1. 'Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
2. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut.
(Pasal Delapan Belas)
Darah haid yang keluar paling sedikit sehari semalam, namun pada umumnya selama enam atau tujuh hari, dan tidak akan lebih dari 15 hari. Paling sedikit masa suci antara dua haid adalah 15 hari, namun pada umumnya 24 atau 23 hari, dan tidak terbatas untuk masa sucinya. Paling sedikit masa nifas adalah sekejap, pada umumnya 40 hari, dan tidak akan melebihi dari 60 hari.